JIB | Kabupaten Bekasi- Akses terhadap informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi konstitusi. Pada perubahan kedua UUD 1945 Pasal 28 F dinyatakan bahwa, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Pasal 3 UU KIP menyebutkan bahwa tujuan dalam UU ini adalah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan public, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik, mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan, mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa atau meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. Kewenangan pemerintah dalam menjamin hak atas informasi dan legal standing merupakan suatu keharusan yang harus dilaksanakan.
Hak dalam memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Kebebasan memperoleh informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakitbat pada kepentingan publik. Semakin kompleks dan banyaknya kebutuhan informasi oleh manusia serta percepatan teknologi dewasa ini, menjadikan manusia sangat membutuhkan kebebasan dalam hal mengakses informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka. Informasi yang dibutuhkan masyarakat terkait informasi bersifat publik seharusnya dapat dikonsumsi secara bebas oleh setiap masyarakat yang membutuhkan. Dengan demikian, semua kebutuhan informasi dapat terpenuhi dan dapat bermanfaat positif bagi pengguna informasi tersebut. Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Masyarakat sebagai pengguna informasi memiliki hak yang cukup penting dalam konteks keterbukaan informasi, ketika hak untuk memperoleh informasi terhambat dikarenakan badan publik atau pemerintah tidak siap dalam melaksanakan tata kelola keterbukaan informasi, maka sengketa informasi publik akan muncul dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik Sengketa informasi publik terjadi ketika antara badan publik dan pengguna informasi mengalami sengketa yang berkaitan dengan hak-hak memperoleh informasi dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan.
Perkembangan keterbukaan informasi di Indonesia saat ini telah bergerak dari sekedar keberadaan jaminan hukum ke arah implementasi. Namun berbagai hasil studi menunjukkan, implemetasinya belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan yang diharapkan UU KIP. Karena itu, bermunculanlah sengketa informasi di Komisi Informasi dan/atau di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang jumlahnya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Ini di sebabkan masih banyaknya Instansi pelayan publik yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dinilai masih banyak yang tertutup bagi masyarakat. Sehingga masih banyak masyarakat yang buta apa kegiatan pemerintah selama ini. Dengan kemajuan informasi public seharusnya di era kemajuan teknologi informasi seperti sekarang ini, seharusnya masyarakat dapat dengan mudah mengakses setiap informasi yang ada. Memang saat ini pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan penyebaran informasi publik sudah diterapkan oleh beberapa pemerintah daerah guna mendukung Undang-Undang mengenai keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Namun, belum semua daerah di Indonesia sudah bahkan mampu untuk memanfaatkan penggunaan teknologi informasi komunikasi sebagai media untuk menyebarkan informasi publik kepada khalayak. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya faktor-faktor teknis maupun non-teknis didaerah seperti keterbatasan infrastruktur, ketersediaan sumberdaya atau bahkan literasi mengenai media yang masih sangat minim.
Untuk dapat memberikan pelayanan informasi yang cepat dan tepat waktu, maka pemanfaatn media berbasis teknologi informatika dan komunikasi (TIK) sudah merupakan keharusan, terutama pemanfaatan internet (website), dengan konten informasi yang merujuk pada PP Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Disamping prestasi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintah yang lebih baik sejak reformasi, tentunya penerapan e-government ini dapat memberikan tambahan manfaat yang lebih kepada masyarakat Dalam pasal 7 ayat (3) UU No. 14 Tahun 2008 menyebutkan badan publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien, sehingga dapat diakses dengan mudah.
Selanjutnya dalam ayat (6) pasal yang sama menyebutkan bahwa badan publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non elektronik. Demikian pula pada pasal 13 ayat (1) huruf b menegaskan kembali bahwa badan publik dapat membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah dan wajar sesuai petunjuk teknis standar layanan informasi publik yang berlaku secara nasional.
Pasal 12 PP No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, menjelaskan badan publik dapat membentuk PPID, dimana pada pasal 14 ayat (1) menyebutkan tugas dan tanggungjawab PPID diantaranya adalah pelayanan informasi yang cepat, tepat dan sederhana sesuai aturan yang berlaku dan untuk melakukan itu maka PPID harus menyediakan, menyimpan, mendokumentasikan serta mengamankan informasi yang dikuasainya.
Kondisi seperti ini mengharuskan dilakukannya inovasi berupa pengembangan aplikasi web base multi users yang dapat mengkoneksikan PPID Utama dengan PPID Pembantu, sehingga validasi informasi dapat dilakukan lebih cepat, sehingga PPID Utama dalam hal ini harus melakukan klasifikasi informasi yang menjadi kewajiban PPID Pembantu.
Website yang dikategorikan cukup informatif, dapat diartikan bahwa konten informasi yang disajikan dalam website belum sepenuhnya berisi informasi terbuka untuk masyarakat umum (publik), terutama informasi yang tidak dikuasai sepenuhnya oleh PPID Utama, atau masih perlu diolah lebih lanjut berdasarkan masukan dari badan publik (“perangkat daerah”) lainnya yang memiliki/menguasai informasi dimaksudkan. Perbaikan terhadap indikator penilaian keterbukaan informasi publik dan langkah inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi melalui PPID Utama, keberhasilannya sangat ditentukan oleh dukungan kuat (komitmen) dari pimpinan daerah. Komitmen dimaksud dilihat dari tindakan nyata berupa kebijakan dan dukungan terhadap peningkatan kinerja PPID. Kesungguhan dan itikad baik memang menjadi unsur penting dalam meminimalkan sengketa informasi publik. (Red)
- Anggota Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bekasi (2017-2019).
- Sekjen PP GPII (2013-2017).