Thursday, May 8, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
HomeKarawangPolemik Pemangkasan BPMU: Sekolah Swasta dan Masyarakat Desak Solusi Bersama

Polemik Pemangkasan BPMU: Sekolah Swasta dan Masyarakat Desak Solusi Bersama

JIB | Karawang – Polemik pemangkasan anggaran Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) untuk sekolah swasta pada tahun 2025 memicu reaksi beragam dari berbagai pihak, mulai dari legislatif, aktivis masyarakat, hingga para pengelola pendidikan.

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Maulana Yusuf Erwinsyah, mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan tersebut. Ia menilai pemotongan BPMU akan memperburuk kondisi sekolah swasta yang selama ini sudah berjuang menjaga mutu pendidikan dengan keterbatasan anggaran.

“Kebijakan ini tidak sejalan dengan visi peningkatan mutu pendidikan Jawa Barat. Kalau sekolah swasta diberi beban lebih tanpa dukungan memadai, siapa yang akan menanggung dampaknya? Tentu siswa dan guru,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Namun, kritik tersebut ditanggapi berbeda oleh Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Karawang (GEMPAR), Mulyadi, yang menyayangkan sikap anggota dewan yang menurutnya lebih memilih menyampaikan keluhan ke publik ketimbang menggunakan jalur resmi pengawasan.

“Kalau memang ada kebijakan gubernur yang dianggap tidak tepat, gunakan hak kontrol sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Jangan hanya membuat gaduh tanpa solusi konkret,” tegasnya, Selasa (06/05/25).

Menurut Mulyadi, tanggung jawab pendidikan tidak bisa dibebankan hanya kepada eksekutif. “Pendidikan adalah urusan bersama. Wakil rakyat seharusnya jadi bagian dari solusi, bukan sekadar komentator,” tambahnya. Ia juga menyatakan dukungan terhadap reformasi sistem yang tengah dijalankan pemerintah provinsi.

Di sisi lain, kekhawatiran nyata datang dari lapangan. Seorang kepala sekolah swasta di Karawang, yang meminta identitasnya disamarkan, menyebut bahwa pemotongan BPMU membuat sekolah kesulitan menutup biaya operasional dasar.

“Kami mendukung program pemerintah, tetapi faktanya, dana bantuan sangat penting untuk kelangsungan operasional sekolah. Kami dihadapkan pada dilema: mempertahankan mutu atau menekan biaya,” ujarnya.

Guru-guru juga mulai angkat suara. Seorang guru SMA swasta di wilayah Karawang menyatakan bahwa kesejahteraan guru justru semakin terpinggirkan. “Kami dituntut profesional, tapi honor sangat minim. Kalau guru terus diperlakukan seperti ini, bagaimana pendidikan bisa maju?” katanya dengan nada prihatin.

Di tengah tarik ulur kebijakan, masyarakat berharap agar ada titik temu antara pemerintah daerah dan DPRD. “Kami ingin pendidikan tetap terjangkau dan berkualitas. Kalau terus begini, anak-anak kami yang jadi korban,” ungkap Rina, salah satu orang tua siswa di Karawang.

Berbagai pihak menyerukan perlunya dialog terbuka dan kebijakan yang berpihak pada semua elemen: sekolah, guru, dan siswa. Harapannya, keputusan anggaran pendidikan ke depan tidak hanya bersifat teknokratis, tetapi juga humanis dan adil. (Sul/Red)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_img

Most Popular