Jurnal Indonesia Baru

Dr. MUNAWAR FUAD, MA : GAYA SOFT DIPLOMACY WAPRES

Poto : Dr. Munawar Fuad, MA. Lecturer Dosen Faculty of International Relation, President University / Pengamat Politik dan Hubungan Internasional. Selasa (28/01/2020).

JIB | Jakarta- Evaluasi 100 hari kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf memang keniscayaan dan keharusan untuk mengukur dan menakar kemajuan dan capaian sesuai dengan harapan publik. “Bagus kok kalau ada evaluasi ataupun kritik, semua kan buat memacu lebih baik”, papar Munawar Fuad, Pengamat Politik dan Hubungan Internasional, President University.

Namun kritik itu harus obyektif dan tidak tendensius. Konten dan Konteksnya harus relevan.

“Ketidakhadiran Wapres Ma’ruf Amin saat berlangsung KTT Negara-Negara Islam di Malaysia, itu memang sangat disayangkan. Sepertinya ada momen yang terlewatkan”, kritik Fuad. Selasa (28/01/2020).

Lanjut, Namun, kita semua menjadi mafhum, saat media menerangkan bahwa Wapres pada saat bersamaan sedang menjalani pemeriksaan medis. Jadi siapapun maklum kalau Beliau tidak hadir.

Secara formal, representasi Pemerintah tetap berjalan, tidak secara simbolik, tapi substantif, Menteri Luar Negeri RI kan hadir serta memberikan kontribusi pemikiran secara signifikans.

“Bukan berarti Wakil Presiden tidak mampu dan tidak percaya diri untuk tampil di forum internasional”, Fuad menjelaskan.

Terkait dengan kiprah dan perannya, dalam interaksi di dalam dan di luar negeri, terutama dengan negara-negara Islam dan lembaga internasional, sejak berkiprah di parlemen, di lingkungan peran diplomasi global Nahdlatul Ulama maupun semasa di MUI, Ma’ruf Amin sudah terbiasa menjalin hubungan komunikasi, interaksi dan kooperasi (kemitraan) baik secara personal dengan para tokoh ulama dunia maupun dengan kerjasama dengan lembaga internasional. Termasuk dengan trans national cooperation di negara Islam.

“Saya sebagai lecture di lingkungan hubungan internasional, saya kerap mengikuti jejak Kyai Ma’ruf yang familiar dan friendly dengan interaksi hubungan internasional. Hanya saja jarang terekspose”, saya kira hanya soal publikasi.

Sejak Kyai Ma’aruf menjadi Wakil Presiden hubungan silaturahim antar ulama dunia, pemimpin lembaga internasional, serta para duta besar dan pemimpin negara sahabat kerap melakukan anjang sana. Banyak pertemuan langsung yang sifatnya Soft Diplomacy terjadi, namun apa yang terjadi, sebagai Wakil Presiden melaporkan langsung perkembangan kepada Presiden atau mengarahkan kepada Menteri Luar Negeri dan kepada para Duta Besar Indonesia di negara yang terkait.

“Saya kira, ritme dan irama manajemen dan kepemimpinan Presiden Jokowi berbeda dengan periode bersama Jusuf Kalla. Sejak awal, kita mendengar, baik Wakil Presiden maupun Menteri, semuanya ada di bawah payung kepemimpinan tunggal Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan”. Jelas, Fuad kepada awak media.

Jika itu model dan iramanya, maka TIDAK perlu memaksakan kehendak atau kemauan, agar Wapres Ma’ruf Amin harus sama dengan Wapres Jusuf Kalla, atau Presiden Jokowi mesti serupa dengan Presiden SBY dan Megawati. Saya kira itu soal style dan irama yang terlalu dini, tidak tepat kalau menilai langkah dan kinerja Wapres Ma’ruf Amien tidak signifikans dan lamban.

Fuad yang juga Direktur Program DMI Pusat, menilai irama kepemimpinan saat ini, Presiden Jokowi secara total football memang dipegang dan dikendalikan secara sistem oleh Presiden Jokowi saat tampil ke permukaan. Tetapi, dalam proses dan mekanismenya, segala proses komunikasi Presiden-Wakil Presiden, bersama Menko dan Para Menteri serta pimpinan lembaga negara sedang berjalan solid dan on the track.

Dinamika kehidupan beragama dalam keseharian dengan tingkat harmoni dan toleransi yang makin baik, terlebih recovery sosial dan solidaritas sosial saat-saat terjadi bencana misalnya, menunjukkan hadirnya secara substantif kepemimpinan dan kinerjanya.

“Lagian, terlalu naif, kalau 100 hari kinerja diukur sebagai parameter keberhasilan atau kegagalan. Sangat tidak fair, masih belum cukup dengan ukuran variable apapun untuk menilai cepat atau lamban, signifikan atau tidak, atau tidak percaya diri dan sebagainya. Kita harus fair dan objectives menilainya secara kaffah, secara keseluruhan”, tegas Fuad.

Terlebih soal menonjol atau tidak, bagi Wapres Ma’ruf Amin, itu bukan hal penting dan tidak menjadi ukuran. “Saya sering mengamati dan menyaksikan, energi dan kinerja Wapres di usianya yang saat ini, terlihat energik dan produktif. Dalam beberapa kesempatan, saat saya mewakili komunitas, profesi maupun di tengah khalayak, Wapres tetap segar bugar dan terus menginspirasi,” papar Fuad menutup komentarnya.

Tentu kita perlu memberi kesempatan, dimana langkah dan peta jalan kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin dengan kabinetnya tengah bekerja. Semestinya, publik memang terus mengamati, mengawasi dan mengontrol segala apapun gerak gerik dan tanggungjawab kepemimpinan pemerintah saat ini.

“Sebagai sebuah negara demokrasi, kritik dan keseimbangan memang harus ada, agar segala penyimpangan bisa dicegah, yang lamban harus dipercepat, kekurangan bisa disempurnakan, dan jalan sesat bisa diluruskan”, tegas Fuad. (Sep)