Jurnal Indonesia Baru

DOSEN UNIVERSITAS INDONESIA DIGUGAT, PULUHAN ADVOKAT AJUKAN AMICUS CURIAE DI PN DEPOK

JIB | JAKARTA,- Puluhan Advokat yang tergabung dalam Tim Advokat Sahabat Peradilan, ajukan amicus curiae di Pengadilan Negeri (PN) Depok terkait gugatan terhadap ahli hukum pidana, Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H. yang teregister dengan Perkara No. 229/Pdt.G/2020/PN.

“Tim ini tergerak atas inisiatif dan kesadaran diri sendiri, menanggapi gugatan perdata terhadap ahli hukum pidana yang memberikan keterangan sebagai ahli dalam sebuah peristiwa pidana. Kami Advokat yang notabene sebagai penegak hukum merasa perlu menyuarakan dan mendorong pentingnya perlindungan terhadap ahli yang memberikan keterangan pada setiap proses penegakan hukum untuk kepentingan pemeriksaan”, ujar salah satu tim Advokasi, Fatiatulo Lazira, S.H.

Senada dengan itu, Ketua Umum Peradi Pergerakan, Sugeng Teguh Santoso, S.H., menyatakan bahwa gugatan terhadap Eva Achjani Zulfa mengandung cacat hukum secara substansi atau materil. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 28 KUHAP, yang menyebutkan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahhlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

“Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, keterangan ahli adalah salah satu alat bukti yang sah. Dan merujuk pada terminologi hukum tentang keterangan ahli, maka yang dipakai sebagai alat bukti dalam suatu proses pemeriksaan bukanlah ahli sebagai pribadi, tetapi keterangan yang dinyatakannya. Keterangan tersebut diberikan guna kepentingan pemeriksaan dalam suatu perkara agar menjadi terang” Jelas Sugeng.

Pria yang biasa disapa STS itu menuturkan bahwa dalam doktrin ilmu hukum, nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas atau vrij bewijskracht. Di dalam dirinya tidak melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan. Terserah pada penilaian Hakim.

“Lagi pula, yang merumuskan terpenuhinya unsur tindak pidana dalam sebuah peristiwa pidana adalah penyidik ditingkat penyidikan, jaksa, dan hakim ditingkat persidangan. Keterangan ahli hanya salah satu alat bukti yang boleh dipakai, atau bahkan bisa dikesampingkan”, terangnya.

Sugeng juga menjelaskan bahwa memberikan keterangan sebagai ahli untuk membuat terang sebuah peristiwa hukum adalah kewajiban yang diamanatkan undang-undang. Dengan demikian, jika merujuk pada Pasal 50 KUHPidana melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang, tidak dipidana.

“Perlindungan hukum terhadap ahli dalam memberikan keterangan sebagai ahli, mestinya dimaknai bahwa ahli tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun digugat secara perdata. Kami berharap, majelis hakim yang memeriksa perkara dengan Tergugat Ahli Pidana, Eva Achjani Zulfa, dapat mempertimbangkan amicus curiae yang sudah kami ajukan sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan”, ujar Sugeng yang juga tim penyusun Kode Etik Advokat Indonesia itu.

Untuk diketahui, Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H., adalah Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pada tahun 2019, ia diminta penyidik pada Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk memberikan keterangan dalam peristiwa pidana dengan Laporan Polisi No. LP/4864/VIII/2019/PMJ/Ditreskrimum dengan terlapor Andy Tediarjo, The. Pada tahun 2020, Eva Achjani Zulfa digugat oleh Andy Tediarjo, The., karena menurutnya, keterangan Eva Achjani Zulfa di kepolisian dinilai merugikan Andy Tediarjo, The., sebagai terlapor dalam laporan polisi tersebut. (Red)