JIB | Kabupaten Bekasi – Pembatalan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP ini juga mengatur remisi dan pembebasan bersyarat untuk narapidana kasus kejahatan luar biasa, salah satunya narapidana kasus korupsi.
syarat yang termuat dalam Pasal 34A serta Pasal 43 A dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 sudah dicabut oleh Mahkamah Agung (MA). Sehingga, narapidana kasus luar biasa seperti korupsi, narkoba, dan terorisme kini bisa mendapatkan remisi tanpa harus memenuhi syarat dalam dua pasal tersebut.
Praktisi Hukum Ulung Purnama, SH.,MH yang juga merupakan Direktur Kajian dan Bantuan Hukum Wibawa Mukti (KBH – WM), Selasa (08/10/2021) memberikan pendapat dan pandangan terkait pembatalan PP Nomor 99 tahun 2012 oleh Mahkamah Agung, menurutnya, “Padahal selama ini PP Nomor 99 Tahun 2012 menjadi salah satu upaya menekan pelaku kasus korupsi, Narkoba dan Teroris agar tidak mudah mendapatkan asimilasi dan bebas bersyarat dan menjadi persyaratan yang dikecualikan bagi pelaku kejahatan luar biasa dan untuk kasus Korupsi pemberian justice collaborator (JC) atau pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum, diharapkan bisa membongkar suatu perkara. Tetapi, memang pelaku yang mendapatkan JC akan lebih ringan dibanding yang tidak”.
Dengan Mahkamah Agung mencabut dan membatalkan Pengaturan Pemerintah (PP) pengetatan remisi bagi pelaku korupsi, terorisme dan narkoba. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. Dalam PP tersebut, koruptor, pelaku teror dan pelaku narkoba sebelumnya bisa mendapatkan remisi dengan syarat lebih ketat dibandingkan napi lainnya.
Dikutip dari laman Mahkamah Agung (MA), Jumat (29/10/2021). Judicial review ini dilakukan oleh Subowo dan empat rekannya, yakni warga binaan yang sedang menjalani pidana penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung. Putusan JR MA ini diketok oleh Majelis Hakim pada kamar Tata Usaha Negara dan Hak Uji Materi (HUM).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan narapidana bukan hanya objek, tetapi juga subjek, yang tidak berbeda dengan manusia lainnya, yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenai pidana sehingga tidak harus diberantas. Seharusnya yang diberantas yaitu faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum.
Dalam PP tersebut, koruptor, pelaku teror dan pelaku narkoba sebelumnya bisa mendapatkan remisi dengan syarat lebih ketat dibandingkan napi lainnya. Dengan dibatalkannya Pasal 34A serta Pasal 43 A dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 akan banyak berdampak kepada pelaku yang melakukan Korupsi, Narkoba dan Teroris.
Ulung Purnama,SH,MH. menjelaskan, “Putusan tersebut akan mendegradasi Justice Colaborator (JC) dalam mengungkap kasus korupsi, selama ini PP 99 Tahun 2012 menjadi momok yang menakutkan bagi pelaku kejahatan luar biasa, korupsi, narkoba dan terorimes karena seseorang yang sudah dihukum atau menjalani pidana akan membantu mengungkap pelaku kejahatan lainnya karena ingin mendapatkan keringanan hukuman dengan membantu aparat penegak hukum mengungkap siapa saja yang terlibat”.
Masih menurut Ulung Purnama,SH,MH ditanya soal pertimbangan Majelis Mahkamah Agung RI menyatakan alasan terkait alasan sebagai subjek hukum yang tidak harus dibatasi, yang tidak berbeda dengan manusia lainnya, yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenai pidana sehingga tidak harus diberantas, “Pertimbangan tersebut akan berdampak luar biasa bagi Aparat Penegak Hukum (APH) intensitas permasalahan tersebut dikhawatirkan akan meningkat karena seolah tidak ada aturan yang membatasi mereka meskipun dihukum dan pertimbangan majelis Hakim lebih mengedepankan pertimbangan kepentingan privat/individu bukan pertimbangan publik sebagai pihak yang merasa dirugikan, meskipun demikian Ulung mengatakan karena sudah dibatalkan tentu saja kita harus menghormati putusan tersebut”.
(Red )