JIB | Jakarta – Kuasa Hukum Agung Marwitoputro, Aston Putra Gultom SH melayangkan protes atas proses penangkapan hingga pembuatan Laporan Pemeriksaan (LP) kepada Johan Siwi yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Penipuan, Penggelapan Dalam Jabatan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tanpa prosedur hukum yang semestinya.
“Proses penanganan masalah ini sejak awal telah ganjal dan tidak lumrah bahkan kuat adanya dugaan Oknum yang menyalahgunakan wewenang dan melampaui kewenangannya sebagai penegak hukum. Kuat dugaan Kami terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam proses LP dimaksud dan proses penanganan masalah ini cukup berdasar Hukum,” kata Kuasa Hukum Agung Marwitoputro, Aston Putra Gultom SH seperti yang termuat dalam rilis hukumnya, Kamis, (25/11/2021)
Pasalnya, Johan Siwi yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka tidak sesuai dengan prosedur hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP Nomor 10 tahun 2010 tentang tata cara pengelolaan barang bukti di lingkup kepolisian RI. Selain KUHAP penetapan Johan Siwi juga bertentangan dengan Peraturan Kapolri (Perkapolri) yang mengatur perihal manajemen penyidikan.
Selain itu, lanjut Aston Putra pihaknya hingga saat ini tidak menerima secara jelas identitas dari yang melaporkan Johan Siwi (tersangka). Sehingga pihaknya mempertanyakan kedudukan hukum atas pelapor tersebut sekaligus mengharapkan kepastian hukum dan keadilan hukum terhadap Johan Siwi sebagai Direktur Utama PT. Prospek Energi Alam dan PT. Hutan Merah Indokayu.
“Bahwa proses penerimaan LP dimaksud hingga saat ini tidak Pernah disebutkan dalam Surat/Dokumen yang kami terima dari Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat bahwa siapa yang bertindak sebagai Pelapor dalam LP dimaksud. Kemudian, selain siapa yang bertindak sebagai pelapor dalam LP tersebut juga patut dipertanyakan Kedudukan Hukum (Legal Standing) dari Pelapor. Sebagai apakah Pelapor di PT. Prospek Energi Alam dan di PT. Hutan Merah Indokayu?,” tegas Aston Putra.
Lebih lanjut, segala tindakan pelapor dalam mewakili PT. Prospek Energi Alam dan PT. Hutan Merah Indokayu tidak memerlukan Ijin atau persetujuan dari pihak manapun atau siapapun dan khususnya membuat LP dimaksud sebagaimana diatur dalam Akta Pendirian dan Perubahan Terakhir serta Undang-Undang No. 4 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
“Padahal sudah sangat jelas Kedudukan Hukum (Legal Standing) Klien Kami (Tersangka) selaku Direktur Utama dan Pemegang Saham 99% (Sembilan Puluh Sembilan Persen) sehingga tidak memerlukan ijin dari siapapun dan/atau dari pihak manapun dalam melakukan tindakan tersebut sebagaimana diatur dalam Akta Pendirian dan Perubahan Terakhir serta Undang-Undang No. 4 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,” lanjutnya.
Aston Putra menyatakan pihaknya menduga ada upaya mafia hukum dari proses penahanan Johan Siwi yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka di Polres Metro Jakarta Pusat dalam kurung waktu yang singkat yakni 2 hari. Sehingga pihaknya menilai hal tersebut sangat tidak wajar dan tidak sesuai dengan unsur-unsur serta mekanisme hukum yang berlaku.
“Patut Kami duga proses Penerimaan LP dimaksud hingga Klien Kami ditetapkan sebagai Tersangka (hanya butuh 2 hari) adanya Atensi dan/atau Intervensi dan/atau Pesanan dari Oknum ataupun “Mafia Hukum”. Dimana LP itu dibuat pada tanggal 18 November 2021 kemudian dilakukan Penangkapan dan Penahanan pada tanggal 20 November 2021 berdasarkan Surat Perintah Penangkapan No. 250/S.16/XI/2021/Restro Jakpus tanggal 20 November 2021 dan Surat Perintah Penahanan No.174/S.17/XI/2021/ Restro Jakpus tanggal 21 November 2021, ada apa dengan dengan Polres Jakarta Pusat? Sebagai penegak hukum harusnya adil dan bijak menangani perkara hukum bukan malah sebaliknya,” tuturnya lagi.
Bahwa penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan tersangka yang dilakukan oleh penyidik yang menangani masalah a quo tidak pernah memberikan/menyampaikan Dasar Hukum yang jelas kepada kami/klien kami terkait dengan bukti permulaan yang cukup dan saksi ataupun Ahli yang dijadikan sebagai Dasar Hukum ditetapkannya Klien Kami sebagai Tersangka dan ditahan. Maka besar dugaan kami, bahwa aparat kepolisian dalam hal ini Polres Jakarta Pusat berupaya memainkan hukum dalam urusan ini. Atau jangan-jangan diduga kapolresnya juga masuk angin ataukah bagaimana?,” paparnya.
Lebih jauh, kata Aston Putra, Johan Siwi (pelaku) sebelumnya berencana melakukan penarikan dana dari rekening perusahaan PT. Prospek Energi Alam dan PT. Hutan Merah Indokayu pada PT. BANK UOB Indonesia Cabang Muara Karang Jakarta Utara, namun sebaliknya dilakukan proses penahanan dan penangkapan bukan dari Polres setempat yakni Jakarta Utara melainkan Polres Jakarta Pusat.
“Maka Locus Delictinya dalam masalah a quo terletak di JAKARTA UTARA yang notabenenya adalah Wilayah Hukum Polres Metro Jakarta Utara dan bukan Wilayah Hukum Polres Metro Jakarta Pusat. Sehingga secara wewenang bukan termasuk dalam Polres Metro Jakarta Pusat (Kompetensi absolut),” terang Aston.
Fatalnya lagi, lanjut dia, segala tindakan penyitaan atas barang bukti yang saat ini dikuasai oleh penyidik yang menangani masalah a quo tidak berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tindakan tersebut menurutnya, diduga melanggar ketentuan Hukum Acara sebagaimana diatur dalam KUHAP, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang tata cara pengelolaan barang bukti di lingkungan Kepolisian Republik Indonesia dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
“Bahkan adanya dugaan melakukan Abuse of power (Penyalahgunaan Kekuasaan) dan bukan hanya Menyalahgunakan Kekuasaan akan tetapi diduga telah melampaui kekuasaan sebagai penyidik. Penyidik seolah-olah bertindak sebagai Ketua pengadilan negeri Jakarta Pusat yang menyita barang bukti,”tegasnya lagi
Senada disampaikan Gusti Agung bahwa pihaknya sangat mempercayai kerja hukum instansi Polri sebagai fungsi dibidang penegak hukum sebagaimana diamanahkan dalamUU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. Meski demikian juga, masih di dapati oknum kepolisian yang diduga sengaja menyalahgunakan kewenangan dan fungsi Polri untuk kepentingan tertentu dan mengabaikan azas, kemanfaatan san keadilan hukum.
“Kami sangat percaya Instansi Polri sebagai fungsi pemerintahan Negara di bidang Penegakkan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai saat ini masih melaksanakan tujuannya, meskipun masih terdapat ulah oknum yang mencoreng Intansi Terhormat ini.
Selaras dengan Motto POLRI yakni “PRESISI” (PREDIKTIF, Prediktif, Responsibilitas, Transparan, dan Berkeadilan) dan juga semangat Kapolri untuk membenahi Polri dengan pernyataan tegas bahwa “Kalau Tak Mampu Membersihkan Ekor, Maka, Kepalanya Akan Saya Potong,” imbuhnya.
(Red)