JIB | JAWA BARAT, – Beberapa permasalahan pokok yang dialami saat ini dan masa mendatang diantaranya adalah adanya indikasi bahwa tanggungjawab terhadap pendidikan cenderung berada di sekolah dikarenakan sekolah merupakan satuan pendidikan formal yang mempunyai tanggungjawab utama untuk mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa sesuai dengan bakat dan minatnya. Berkaitan dengan hal tersebut khususnya dalam penempatan kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah seharusnya seorang kepala sekolah benar-benar mempunyai keahlian dalam memimpin sekolah sesuai dengan kompetesi yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam hal ini kepala sekolah sebagai motor penggerak di lembaga pendidikan khususnya di sekolah. Hal ini sesuai dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 162/13/2003 tentang pedoman penugasan guru sebagai kepala sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, sudah seharusnya seorang kepala sekolah yang direkrut harus benar-benar diseleksi sesuai dengan kompetensi yang sudah diatur dalam undang-undang. Yakni kepala sekolah harus memiliki kepengetahuan, keterampilan, sikap performance, dan etika kerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawab sebagai kepala sekolah yang diuraikan dalam kompetensi professional, wawasan kependidikan, manajemen, personal dan kompetensi sosial. Namun untuk menjamin bahwa pelaksanaan seleksi kepala sekolah telah dilaksanakan dengan jujur dan objektif di Jawa Barat masih dapat dikatakan belum menunjukkan hal yang objektif sehubungan masih banyaknya gugatan dari para calon kepala sekolah yang gagal dalam seleksi atau guru senior yang terhambat karena tidak sesuai dengan persyaratan yang telah di tetapkan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada saat ini masalah kualitas kepemimpinan kepala sekolah menjadi masalah yang sangat besar, bahkan berkembang menjadi tuntutan yang meluas dari masyarakat. Sebagai salah satu kriteria keberhasilan sekolah diperlukan kepemimpinan kepala sekolah yang berkualitas. Keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh calon kepala sekolah adalah perlunya memahami dan mewujudkan prinsip-prinsip pelaksanaan atau praktek dan prosedur dalam memperbaiki program pengajaran, mengolah sumber daya sekolah, meningkatkan hubungan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat.
Mengingat sangat pentingnya analisis rekruitmen kepala sekolah melalui analisis tugas melaksanakan seleksi seseorang pada suatu jabatan yang ada pada setiap instansi khususnya lembaga pendidikan, maka pejabat yang berwewenang harus dapat mengupayakan untuk mewujudkannya. Hal ini mewujudkan untuk menghilangkan subjektivitas, kolusi dan nepo-tisme serta mengedepankan kualitas kerja dari yang dipromosikan. Menurut Handoko (2000:16) analisis tugas dapat memberikan manfaat dalam banyak hal antara lain: (1) dalam penarikan, seleksi dan penempatan kerja, (b) dalam pendidikan, (c) dalam penilaiaan jabatan dalam perbaikan syarat-syarat perencanaan dalam perencanaan organisasi, (f) dalam penindakan dan promosi. Dengan adanya “job analyisis”, maka kualifikasi personil yang dibutuhkan dapat dicantumkan. Sekalipun analisis tugas merupakan suatu keharusan bagi setiap instansi, namun pada kenyataanya, belum semua instansi menerapkannya dengan baik dalam pengisisan formasi jabatan, demikian halnya di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Sebetulnya masalah pengangkatan kepala sekolah saat ini sudah menjadi isu sensitif di kalangan guru sejak lama sehubungan banyak guru yang terhambat menjadi kepala sekolah karena terganjal oleh berbagai persyaratan yang sebetulnya kurang terkait dengan profesi guru. Sumber biang kerok masalah ini diawali dengan munculnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Peraturan Mas Menteri ini secara spesifik sebagai landasan utama pengembangan profesi bagi guru yang diberi tugas sebagai kepala sekolah. Permasalahan ini semakin memanas saat Permen nomor 40/2021 ditindak lanjuti dg lahirnya Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 5958/B/HK.03.01/2022 tentang Petunjuk Teknis Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.
Seperti kita ketahui bahwa Kepala Sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Isjoni (2006) yang mengemukakan bahwa klasifikasi persyaratan calon kepala sekolah terdiri dari: (1) administratif yaitu usia minimal dan maksimal, pangkat/golongan, masa kerja, pengalaman, dan tugas sebagai guru, (2) akademis yaitu latar belakang pendidikan formal dan pelatihan terakhir yang dimiliki oleh calon, dan (3) kepribadian yaitu bebas dari perbuatan tercela, loyal kepada Pancasila dan Pemerintah. Namun pada kenyataanya walau banyak guru yang telah memiliki sertifikat calon kepala sekolah dan juga memiliki pengalaman yang lengkap serta memenuhi ketiga persyaratan di atas ternyata banyak yang gagal mengikuti seleksi karena misalnya tidak memiliki sertifikat guru penggerak atau telah berusia di atas 56 tahun.
Permendikbud Ristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah yang diselenggarakan pemerintah atau masyarakat daerah memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi menyatakan guru yang diberikan penugasan sebagai Kepala Sekolah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Memiliki kualifikasi akademik paling rendah Sarjana (S.1) atau diploma empat (D.IV) dari perguruan tinggi dan program studi yang terakreditasi;
Memiliki sertifikat pendidik;
Memiliki sertifikat guru penggerak;
Memiliki pangkat paling rendah penata muda tingkat I, golongan ruang III/b bagi guru yang berstatus sebagai PNS;
Memiliki jenjang jabatan paling rendah guru ahli pertama bagi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja;
Memiliki hasil penilaian kinerja guru dengan sebutan paling Baik selama 2 (dua) tahun terakhir untuk setiap unsur penilaian;
Memiliki pengalaman menejerial paling singkat 2 (dua) tahun di satuan pendidikan, organisasi pendidikan, dan atau komunitas pendidikan;
Sehat jasmani, rohani dan bebas narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya berdasarkan surat keterangan dari rumah sakit pemerintah;
Tidak pernah dikenai hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
Tidak sedang menjadi tersangka, terdakwa, atau tidak pernah menjadi terpidana; dan
Berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun pada saat diberi penugasan sebagai kepala sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa rekruitmen menjadi bagian yang sangat penting untuk mendapatkan calon-calon kepala sekolah yang baik dan handal serta memiliki komitmen tinggi terhadap tugas. Dengan demikian, proses rekrutmen merupakan langkah awal dalam memilih calon-calon kepala sekolah yang benar-benar memenuhi persy- aratan, baik persyaratan administrasi maupun non administrasi guna mendapatkan calon kepala sekolah yang memiliki kualifikasi dan kompetensi, untuk mengikuti seleksi tertulis dan wawancara. Namun sangat disayangkan selama ini ada indikasi proses pengangkatan kepala sekolah tidak terkait dengan kendala administrasi saja, tetapi juga kepada masalah terbatasnya tempat atau jumlah sekolah yang membutuhkan kepala sekolah serta kurangnya transparasi dalam proses pengangkatan kepala sekolah baru.
Dari hasil pembahasan di atas dapat dikemukakan bahwa sistem rekrutmen, seleksi, penempatan dan pembinaan terhadap kepala sekolah SMUN/SMKN di Provinsi Jawa Barat masih memiliki beberapa kelemahan karena dilaksanakan kurang sesuai dengan prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku. Bahkan dalam pelaksanaan rekrutmen, seleksi, penempatan, dan pembinaan terhadap kepala SMAN/SMKN di Provinsi Jawa Barat ada yang dilaksanakan secara subyektif.
Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis menyampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut : Pertama, sistem rekrutmen terhadap calon kepala sekolah SMUN/SMKN di Provinsi Jawa Barat harus dilaksanakan dengan cara melakukan pendataan secara langsung ke sekolah-sekolah terhadap guru-guru yang telah memenuhi persyaratan, baik persyaratan administrasi maupun non administrasi oleh pejabat teknis dilingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Pengawas SMU/SMK, dan kepala sekolah tempat calon bertugas. Kedua, seleksi terhadap calon kepala sekolah SMUN/SMKN di Provinsi Jawa Barat harus dilaksanakan melalui seleksi tertulis dan wawancara. Ketiga, sistem penempatan calon kepala sekolah SMUN/SMKN di Provinsi Jawa Barat harus memperhatikan nilai hasil tes cakep, nilai kinerja sebagai guru, kepribadian, dan alamat tempat tinggal calon kepala sekolah tesebut. Proses penempatan calon kepala sekolah tersebut harus bersamaan dengan proses peng-SK-an yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Barat yang berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Keempat, pembinaan terhadap kepala sekolah SMUN/SMKN di Provinsi Jawa Barat wajib dilaksanakan secara rutin oleh Kepala Dinas Pendidikan yang diprogramkan setiap bulan, semester, tahunan atau pun sewaktu- waktu jika dianggap perlu. Pembinaan tersebut dilakukan dengan cara memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk pada saat pembinaan awal tahun, pertemuan rutin bulanan melalui rapat kerja kepala sekolah. Sementara rotasi terkait rotasi dan mutasi kepala sekolah belum sepenuhnya mengacu kepada Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Kepala Sekolah pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah belum dilaksanakan sesuai amanat undang-undang.
Salam Hari Guru Nasional !!!
Ditulis : Syahrir.,SE.,M.I.Pol