JIB | Jakarta,- Salah satu issu dari 7 subjek inti tanggungjawab sosial (seven SR core subject) pada kerangka kerja ISO 26000 adalah pengembangan dan pelibatan komunitas (community involvement and development). Issu ini merupakan bagian utuh dari implementasi 7 prinsip tanggungjawab sosial yang di tuangkan pada panduan implementasi ISO 26000. Bagaimana korporasi berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan.
berdialog dengan warga adalah pendekatan komunikasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan
ABCDE. Asset Based Community Development& Empowerment. Pembangunan komunitas berdasarkan asset. Asset lokal setempat yang ada, existing, di lingkungan daerah ring 1, sekitar wilayah operasi korporasi. Implementasi dan strateginya tentu sesuai kebijakan dan prioritas program CSR-PPM korporasi langsung.
Tentu, korporasi ketika menyusun rencana induk program pemberdayaan masyarakat (RI PPM) harus berdasarkan data-data hasil pemetaan sosial. Studi komprehensif terkait sustainable livelihood assets (SLA). Sehingga, RIPPM sesuai dengan konteks kebijakan korporasi maupun prioritas kebutuhan program pemberdayaan masyarakat itu sendiri.
Bersinergi. Mengutamakan pembangunan dan pelibatan modal SDM (human capital). Tokoh lokal atau tokoh komunitas, yang mampu berkolaborasi dengan tim CSR-PPM korporasi, memanfaatkan, mengolah dan mengelola 4 potensi asset lokal lain, yakni natural capital, financial capital, social capital dan physical capital. 5 potensi asset lokal dikelola secara bijak untuk jaminan keberlangsungan hidup generasi berikutnya.
Target dan tujuannya apa ? Guna pencapaian proyeksi tujuan investasi sosial korporasi maupun pencanangan target hasil keluaran (outcomes) yang membawa perubahan dan perbaikan dalam kualitas tatakelola kehidupan di lingkungan masyarakat. Kemajuan dalam pembangunan ekonomi, lingkungan hidup maupun peradaban sosial budaya.
Kesatuan dalam visi pembangunan nasional. Meski berangkat dari visi dan situasi kondisi masing-masing. Resultan energi perbaikan akan maksimal ketika terjadi sinergi dan kolaborasi berdasarkan kekuatan, kemampuan dan keberdayaan masing-masing. Resiko sosial rendah. Potensi konflik horizontal tidak ada. Konflik kepentingan lebur dalam kebersamaan meraih keberhasilan kolektif. Semua mendapat dampak positif. Setiap pengaruh berinterfrensi sehingga terdistribusi positif kepada setiap komunitas dan warga.
Daya terkoreksi pada level yang lebih positif.Lebih tinggi.
Pertama Kemiskinan informasi adalah sudah berkurang karena semua pihak menjadi pembelajar. Arus informasi dan komunikasi diagonal, terjadi lintas pemangku kepentingan sesuai strata sosial dan ekonomi.
Kedua Kemiskinan akses adalah tidak ada lagi. Karena korporasi membuka ruang pembelajaran melalui aksi –reaksi selama program CSR – PPM. Diskusi kelompok warga memperbesar pengetahuan untuk aktif ambil peran, memperbesar potensi akses eksternal. Kesuksesan telah menjadi pilihan pribadi. Akses terbuka. Pengetahuan bertambah. Hubungan sosial makin aktif.
Ketiga Kemiskinan ekonomi adalah berkurang karena program CSR-PPM bertumpu pada pengembangan kewirausahaan sosial melalui pemanfaatan potensi asset lokal yang memiliki nilai pasar eksternal. Geliat ekonomi desa dan warga di push up melalui program social investment, yakni program CSR-PPM itu sendiri. Dimana totalitas nilai social return on investment (SROI) nya menjadi asset sosial masyarakat. Instrumen financial sekaligus aktiva produktif yang mampu menaikkan nilai rentabilitas ekonomi lokal dengan pelibatan para pihak untuk ambil alih kepemimpinan.
Keempat Kemiskinan jaringan adalah juga sudah tidak menjadi alasan. Program CSR – PPM tidak eksklusif. Ada pembelajaran terbuka. Semua diberi peluang sama untuk mendrive up potensi diri sendiri. Pertemuan lintas komunitas, memperbesar spectrum jejaring diantara semua pihak. Tawaran potensi terbuka lebar. Energi sukses sekarang sepenuhnya menjadi keputusan dan kebutuhan pribadi. Tools dan media, terhampar dan terbuka untuk dimanfaatkan dalam proses keberlangsungan program CSR-PPM. Ruang pembelajar terbuka untuk semua pihak yang bisa saling membuka kerjasama dan berbagi kekuatan.
Kelima Kemiskinan keyakinan atau iman adalah Tawaran berkembang, makin maju, sukses sepenuhnya adalah keputusan pribadi. Keterbatasan bisa menjadi halangan. Sekaligus alasan. Ketidakmampuan (karena 4 bentuk kemiskinan diatas) bagi sebagian orang akan menjadi kata kunci, untuk tidak bertindak. Keragu-raguan kuat. Keyakinan diri rendah. Kepasrahan menjadi sepaket dengan kemalasan.
Pribadi kita tidak bertumbuh dalam setiap tantangan. Kita alergi dengan perubahan. Kita berpikir, orang lain yang wajib peduli kepada diri kita. Dengan beragam program kemanusiaan atau CSR-PPM. Kita tidak memberdayakan potensi diri sendiri. Kita menutup mata bahwa potensi kita sangat besar ketika berjalan dan bertindak dalam keyakinan diri.
di lingkungan masyarakat, beragam dimensi pembelaaran. Tanpa kurikulum
Iman menyertai. Doa mendasari setiap ikhtiar. Harapan makin besar ketika setiap luka hidup dan keprihatinan dapat kita lewati. Bahkan disyukuri. Kita semakin percaya diri bahwa langkah-langkah berat berikutnya akan lebih mudah untuk kita lewati. Keyakinan diri menyatu dengan harapan dan keimanan itu sendiri. Kini, kita sudah lebih berdaya.
The power of intrinsic telah kita miliki. Sehingga, setiap perubahan menjadi sahabat bagi keberlanjutan, kepintaran dan perolehan keberhasilan berikutnya. Kita telah memberdayakan potensi asset dasar diri pribadi kita langsung. Memberi sumber energy gerak pada diri setiap orang. Tidak hanya untuk berubah. Tetapi juga untuk memberikan jaminan dan kepastian tentang masa depan semesta lingkungan alam bagi generasi berikutnys.
Mampukah, para programmer CSR-PPM mendisain metode pemberdayaan dan pengembangan komunitas melalui rekonstruksi intrinsic power dari warga dampingannya?? Pelibatan dan pendistribusian partisipasi sudah terintegrasi selama proses program pemberdayaan dilaksanakan. Ini artinya, energi dan kekuatan keberlanjutan (sustainability forces) sudah ditransfer dan diartikulasikan secara cerdas oleh korporasi dengan social investmentnya. (Penulis adalah pembelajar).
Oleh : Anton Pasaribu (Community Enhancement Analyst, Senior Profesional Trainer, Social Entrepreneur)