JIB | BEKASI – Lirik lagu di atas seolah menggambarkan kondisi sosial – politik Kabupaten Bekasi yang terserang wabah kepentingan. Sama halnya wabah corona, maka penyemprotan disinfektan secara massal perlu dilakukan untuk membunuh virus-virus dan kuman-kuman yang menyebabkan ‘pesakitan’.
Senada tersebut, salah satu calon Wakil Bupati Bekasi dr.Tuti Nurcholifah Yasin, M.M melaporkan Panitia Pemilihan (Panlih) Wakil Bupati Bekasi sisa periode tahun 2017-2022 ke Polda Metro Jaya, Selasa (24/03/2020). Melalui kuasa hukumnya, Naufal Al Rasyid, mantan caleg DPR RI itu secara resmi membuat laporan resmi di Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya dengan nomor laporan : LP/1980/III/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ tanggal 24 Maret 2020.
“Pemilihan Wakil Bupati Bekasi yang digelar DPRD pada hari Rabu, 18 Maret 2020 menimbulkan polemik baru di Kabupaten Bekasi pasca kasus suap Meikarta,” ungkap Ketua LPK Kabupaten Bekasi, Asep Saepulloh, Selasa (31/03/2020) siang.
Terlebih, dalam prosesnya tidak mendapatkan restu dari Kementerian Dalam Negeri dan Gubernur Jawa Barat.
CEO Jurnalindonesiabaru.com itu merasa prihatin, hajat sekelas Pemilihan Wakil Bupati Bekasi itu tanpa kehadiran Bupati Bekasi H. Eka Supria Atmaja, Kapolres Metro Bekasi Kombes. Pol. Hendra Gunawan, S.I.K., M.Si, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Raden Rara Mahayu Dian Suryandari.S dan Komandan Kodim 0509/Kab Bekasi, Letkol Inf Perry Sandhi Sitompul. “Terkecuali ketua DPRD Kabupaten Bekasi Aria Dwi Nugraha, dia hadir dan ikut menyaksikan proses pemungutan suara hingga pengesahannya oleh DPRD,” jelasnya.
Hal sama diungkapkan Rahmat Hidayat, aktivis muda Kabupaten Bekasi saat dihubungi via seluler. Rahmat menilai Pemilihan Wakil Bupati sisa periode 2017-2022 menabrak ketentuan Undang-Undang dan terlalu memaksakan kehendak.
“Kan sudah dijelaskan Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui surat resmi nomor 131/1536/Pemkum agar Ketua DPRD Kabupaten Bekasi tidak melanjutkan pengisian kekosongan jabatan Wakil Bupati Bekasi ke tahapan pemilihan tanggal 18 Maret 2020,” ucap lelaki yang akrab dipanggil Abu.
Alasannya, selain melanggar Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018 juga melanggar Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019.
Selain itu, lanjut Abu, belum ada kesepakatan diantara partai koalisi tentang penentuan dua nama calon Wakil Bupati Bekasi pendamping Bupati Eka Supria Atmaja. Partai koalisi yang berhak menentukan calon Wakil Bupati Bekasi tersebut yakni Golkar, PAN, Nasdem dan Hanura.
“Untuk penetapan dua nama calon aja masih tanda tanya dalam sistem verifikasinya kayak gimana oleh Panlih, karena partai pengusung belum satu suara untuk menentukan nama calon Wakil Bupati,” pungkasnya.
Abu menduga Paripurna DPRD telah disetting sedemikian rupa dan ada unsur money politik di seputaran Pemilihan Wakil Bupati Bekasi sisa periode tahun 2017-2022. “Bupati Eka seperti dikawin paksa dengan wakilnya yang ditentukan oleh DPRD,” sindir Abu.
Dirinya dan aktivis lainnya yang masih memiliki rasa kepedulian terhadap Kabupaten Bekasi akan menyampaikan sikap tanpa bosan guna mengingatkan Gubernur Jawa Barat untuk tidak menindaklanjuti hasil Pemilihan Wakil Bupati Bekasi tanggal 18 Maret 2020. “Pemilihan Wakil Bupati Bekasi yang digelar DPRD kemarin itu mirip dagelan dan tentunya inkontitusional,” tegas Abu.
Adanya penolakan tokoh LSM sekelas Asep Saepulloh dan aktivis muda semacam Abu mestinya tidak menjadikan calon Wakil Bupati Bekasi yang telah mendaftar ke Partai Golkar menyerah. Tadinya diharapkan pendukung para bakal calon Wakil Bupati Bekasi untuk menegaskan kembali tekadnya seperti saat pertama kali mendaftar sebagai Calon Wakil Bupati Bekasi ke DPD partai Golkar di Desa Simpangan.
Tapi semua anti klimak. H. Muhammad Amin Fauzi, misalnya. Senior politisi di Partai Golkar itu tidak serius memperjuangkan rekomendasi Partai Golkar Provinsi Jawa Barat yang telah dia kantongi. Padahal ia telah “membakar” surat kabar dan media siber dengan pernyataan akan terus mengawal semua proses dan tahapan Cawabup Bekasi sampai nantinya diputuskan secara resmi oleh DPP Golkar.
Wakil Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat itu juga sempat menyentil pernyataan Ketua Panitia Pemilihan Wakil Bupati Bekasi, Mustakim tentang surat resmi Bupati Bekasi yang menyodorkan dua nama calon Wakil Bupati Bekasi. “Sangat disayangkan seorang Mustakim selaku Ketua Panlih bahasanya telah melampaui batas kewenangan Bupati Bekasi,” tuding Amin Fauzi kepada media, Selasa (19/11/2019) malam.
Ketika itu, Amin juga menuding Panlih DPRD Kabupaten Bekasi terlalu memaksakan kehendak dengan menggelar paripurna pemilihan Wakil Bupati Bekasi tanggal 18 Maret 2020.
*Gugatan 18 Maret 2020*
Gugatan terhadap Panlih dilakukan DPD Partai Nasdem Kabupaten Bekasi. Partai politik besutan tokoh pers nasional Surya Paloh itu menggugat Panitia Pemilihan (Panlih) DPRD ke Pengadilan Negeri Cikarang karena tidak menjalankan mekanisme undang-undang dalam memilih calon Wakil Bupati.
Kuasa Hukum DPD Partai Nasdem Kabupaten Bekasi, Muhammad Iqbal Salim mengatakan sehubungan dengan adanya pemilihan Wakil Bupati yang digelar Panlih pada Rabu (18/03/2020), Nasdem sebagai partai koalisi menilai cacat hukum dan tidak sesuai dengan undang-undang 10 tahun 2016.
“Semestinya yang memberikan usulan nama calon adalah Bupati kepada DPRD setelah itu mendelegasikan untuk membuat panlih, saat ini justru sebaliknya, DPRD yang melampaui kewenangan dalam proses pemilihan,” ucapnya. Oleh karena itu, pihaknya mendaftar gugatan dengan Nomor 65P.G.2020.
*23 Maret 2020*
Protes senada dilakukan Calon Wakil Bupati Bekasi, Moch. Dahim Arisi yang direkomendasikan DPP Partai Golkar dan DPP Partai Amanat Nasional (PAN). Dirinya melayangkan surat protes ke DPRD Kabupaten Bekasi, Rabu (23/03/2020).
Protes Dahim dilakukan, lantaran dirinya telah direkomendasikan pimpinan pusat kedua partai tersebut. Namun DPRD tidak mengakomodir namanya dalam sidang paripurna pemilihan Wakil Bupati Bekasi, Rabu (18/3) lalu.
Atas hal tersebut, surat keberatan yang juga ditembuskan ke Menteri Dalam Negeri, Gubernur Jawa Barat, Ketua PTUN Bandung, dan Bupati Bekasi.
Ada beberapa hal yang menjadi dasar keberatan Dahim. Pertama soal pembentukan Panlih yang bertentangan dengan Pasal 174 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Kedua, proses verifikasi kelengkapan Calon Wakil Bupati yang bertentangan PP nomor 102 tahun 2014 pasal 7 ayat 2. Lalu ketiga Penetapan Calon Wakil Bupati oleh Panlih DPRD tidak sesuai dengan Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib pasal 41 ayat 3.
Begitupun surat dari Kementerian Dalam Negeri nomor: 132.32/920/OTDA tanggal 13 Maret 2020 dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat nomor: 131/1536/Pemkam tanggal 13 Maret 2020 yang meminta agar pemilihan Wakil Bupati Bekasi ditunda.
*Gugatan 24 Maret 2020*
Kuasa hukum Calon Wakil Bupati Bekasi, dr.Tuti Nurcholifah Yasin menyatakan kliennya tidak menyerah. Hal itu dibuktikannya dengan membuat laporan polisi ke Polda Metro Jaya tentang indikasi adanya tindak pidana yang dilakukan Panlih DPRD Kabupaten Bekasi.
“Perbuatan tersebut telah merugikan klien saya,” tegas Naufal Al Rasyid. Indikasi adanya pidana, sesuai Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pemalsuan Surat dari tim verifikasi dan panitia pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi.
Naufal menjelaskan, sejak awal penjaringan Calon Wakil Bupati hingga pelaksanaan pemungutan suara di DPRD, kliennya belum pernah menyerahkan dokumen persyaratan ke panitia pemilihan.
“Sesuai tata tertib, ada formulir cek list dokumen persyaratan Calon Wakil Bupati Bekasi. Di form itu, ada tujuh poin yang dicek list dan Klien kami belum menyerahkan dokumen apapun,” kata Naufal.
Dirinya pun menanyakan formulir yang sudah dicek list berupa kelengkapan dokumen, karena kliennya tidak pernah menyerahkan dokumen apapun.
“Klien saya sejak awal tidak berniat menyerahkan dokumen apapun karena menganggap proses penjaringan hingga penetapan bakal calon wakil bupati cacat prosedural,” tegasnya.
*Penolakan Pemprov Jabar*
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara tegas menyatakan Pemilihan Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022 tanggal 18 Maret 2020 inkonstitusional dan tidak memenuhi syarat.
“Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi Panlih DPRD Kabupaten Bekasi untuk bisa melanjutkan ke tahapan pemilihan yang sesuai amanah undang-undang,” terang Kepala Bagian Tata Pemerintahan Provinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Pertama adanya kesepakatan gabungan partai politik terhadap dua nama Calon Wakil Bupati dan rekomendasi masing-masing pimpinan partai politik tingkat pusat. Kedua, penyampaian secara resmi oleh Bupati Bekasi kepada DPRD Kabupaten Bekasi tentang dua nama calon wakilnya tersebut.
“Kami menganggap langkah Panlih tidak sejalan dengan peraturan yang berlaku,” tegas Dedi Mulyadi.
Dalam pantauan media, pelaksanaan pemilihan Wakil Bupati Bekasi di Gedung DPRD Kabupaten Bekasi, Rabu (18/03/2020) diwarnai aksi unjuk rasa. Massa berpendapat proses pemilihan melanggar ketentuan Undang Undang, Peraturan Pemerintah dan Perda. Selain itu, pemilihan Wakil Bupati Bekasi tidak sesuai rekomendasi partai Golkar dan tanpa rekomendasi partai pendukung.
Unjuk rasa menjadi semakin ricuh ketika proses pemungutan suara berlangsung. Massa pun menyerang petugas pengamanan dengan batu dan tongkat.
Sementara petugas terus berjaga dengan water canon dan menembakan gas air mata ke arah massa yang tampak marah. (Tim)