Jurnal Indonesia Baru

Nurfaizi is Back! The Great Wall Interception : Solusi Menangkal Derasnya Hegemoni Budaya Asing di Indonesia



JIB | JAKARTA- Pada penghujung Bulan Pancasila Juni 2021, Strategi Institute menggelar Seri Diskusi Kebangsaan ke-I dengan tema “Pancasila dalam Tindakan Membangun Ekosistem Keamanan Mewujudkan Indonesia Tangguh” Seri Diskusi yang diselengarakan sebagai wujud nyata pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila serta berpegang pada konsepsi Trisakti itu menghadirkan sederet narasumber ternama. Salah satunya adalah mantan Kabareskrim dan Dubes Indonesia untuk Mesir, Nurfaizi Suwandi.

Lama tak terlihat di media, Purnawirawan Polri yang juga pernah mengemban tugas sebagai Kapolda Jawa Tengah dan Metro Jaya itu hadir dengan tawaran konsepsi brilian. Generasi yang lahir pada Abad Milenium mungkin kurang mengenal Nurfaizi, namun aktivis mahasiswa serta mereka yang sudah cukup dwasa akhir 1990-an atau awal 2000-an cukup familiar dengan dia. Nurfaizi _is Back_, dengan konsepsi dan gagasan yang brliant dalam menghadapi derasnya pengaruh luar dan dalam yang berupaya merusak budaya dan nilai-nilai asli Indonesia.

Menarik menyimak apa yang dutarakan dirinya melalui dalam seminar yang diselengarakan secara hybrid (kombinasi daring dan luring) itu. Kembali teringat pada _korean paver_ (demam korea) yang kini tengah melanda Indonesia, dan salah satu luapan sempat kita lihat bersama saat salah satu makanan cepat saji berkolaborasi dengan _boy band_ asal Korea Selatan mengeluarkan paket makanan edisi khusus. Pesanan paket makanan itu mendakak melonjak, dan antrian pemesanannya terjadi di mana-mana sampai mengabaikan protokol kesehatan (prokes) pencegahan penularan covid-19.

Indonesia tengah ter-hegemoni oleh budaya Korea. Jika meniru ethos dan kedisiplinan kerja serta semangat nasionalisme dari orang Korea dalam mencintai negara, itu tak masalah. Namun yang lebih banyak ditiru adalah sekadar cara berpakian, berujar dan gaya hidup yang sebenarnya belum tentu cocok dengan budaya Bangsa Indonesia. Bukan hanya Korea, hegemoni budaya asing lainnya seperti budaya barat dan timur tengahpun tengah terjadi di sebagian kalangan orang-orang Indonesia.

Baik jika budaya ataupun gaya hidup yang ditiru mendatangkan kebaikan bagi individu di Indonesia juga komunitas pergaulannya. Namun kalau sekadar ikut-ikutan apalagi sampai berdampak negative serta menghilangkan budaya dan kearifan lokal, itu jelas berbahaya. Konsep _The Great Wall Interception_ yang ditawarkan Nurfaizi bisa menjadi salah satu konsep dalam menangkal pengaruh luar dan dalam yang merusak budaya asli Bangsa kita.

Konsep tersebut berbasis pada sistem informasi dan teknologi, sesuai dengan era kekinian. Menurut Nurfaizi jika konsep tersebut bsia diterima, pemerintah perlu mengawali dengan membuat undang-undang sebagai dasar pelaksanaan dari _The Great Wall Interception_ ini. Nantinya kosep ini mampu membentengi serta mengakomodasi beragam tantangan dalam melaksanakan program sosialisasi nilai-nilai Pancasila yang selama ini dagalangkan oleh Pemerintah. Konsep tersebut sangat baik untuk diperdalam dan diterapkan, mengingat pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbamgsa dan bernegara yang sedang diupayakan pemerintah, memiliki sederet tantangan dan gangguan.

Konsep tersebut merupakan ikhtiar dari seorang Anak Bangsa yang menjadi kebangaan Bangsa Indonesia dalam melakukan pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan mengambilkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, pandangan hidup dan bintang penutun Bangsa Indonesia dalam mengarungi derasnya arus globalisasi serta perkembangan teknologi informasi. (Red)