Kabupaten Bekasi- Beredarnya isu pelantikan Wakil Bupati Bekasi H. Ahmad Marzuki dalam waktu dekat ini menuai polemik dibeberapa lembaga masyarakat salah satunya LSM Lembaga Pemberantas Korupsi Kabupaten Bekasi.
Ketua LSM LPK DPC Kabupaten Bekasi Asep Saepullah anggap ada poin yang janggal dalam pemilihan Wakil Bupati Bekasi dari mall administrasi sampai cacat prosedur.
Sebab pemilihan yang diduga telah disetting sedemikian rupa ini, nampak jelas bahwa DPRD Kabupaten Bekasi telah kongkalikong dalam memilih calon Wakil Bupati Bekasi.
“Ada apa dengan pemilihan Calon Wakil Bupati sehingga para pemilih (anggota Dewan) 40 orang, yang milih berkiblat ke salah satu Cawabup, apakah ada permainan? Apa sudah ada sesuatu?,” tanya dia.
Perku diketahui, 7 orang anggota DPRD dari Fraksi Golkar, 1 orang dari Fraksi PKS, 1 orang dan dari Fraksi PBB 1 orang yang tidak hadir dalam paripurna Panlih Cawabup.
“Artinya masih ada pihak yang tidak setuju pelaksanaan tersebut karena dianggap melanggar mal administratif,” ungkap Asep.
Sebab rekomendasi DPP Partai Golkar, PAN dan Nasdem mengusung dua nama Tuty Nurcholifah Yasin dan Dahim Arisi, terkecuali Partai Hanura yang berbeda.
“Artinya dua nama calon Wabup Bekasi dari partai koalisi belum terpenuhi,” ujarnya.
Terlebih pada tanggal 18 Agustus 2020 ada rapat gabungan di Hotel Borobudur Jakarta yang isinya Konsolidasi dari Partai Politik Pengusung untuk mengajukan dua nama calon Wakil Bupati selama 7 Hari Kerja dan disepakati bersama paling lambat tanggal 31 Agustus 2020 lalu.
“Oleh sebab itu perlu kita pertanyakan DPRD Kabupaten Bekasi tetap bersikukuh ingin mendorong H. Akhmad Marzuki untuk jadi Wabup ada apa?,” bebernya.
Tidak hanya itu, banyak kejanggalan saat pemilihan Wabup Bekasi berlangsung waktu itu, ditambah Kemendagri Tito Karnavian memutuskan pemilihan Wabup Bekasi cacat secara prosedur karena tidak sesuai ketentuan atau inkonstitusional sehingga hasil tersebut tidak sah.
“Jika memang tetap dilanjutkan pelantikan berarti Mendagri dan Gubernur Jawabarat plin plan. Jangan jadikan Kabupaten Bekasi jadi percontohan produk hukum yang gagal,” pungkasnya (Red).